AHP DALAM BIDANG TEKNIK SIPIL
(EXPERT CHOICE)
Nama :
Aryani Lestari
NPM
: 11315074
Kelas :
2TA03
Mata
Kuliah : Riset Operasi
Dosen :
Asri Wulan
UNIVERSITAS
GUNADARMA
A. Pengertian
Metode AHP dikembangkan oleh Thomas L. Saaty, seorang
ahli matematika. Metode ini digunakan untuk mengambil keputusan dengan efektif
atas persoalan yang kompleks dengan menyederhanakan dan mempercepat proses
pengambilan keputusan dengan memecahkan persoalan tersebut kedalam
bagian-bagiannya, menata bagian atau variabel ini dalam suatu susunan hirarki,
memberikan nilai numerik pada pertimbangan subjektif tentang pentingnya tiap
variabel dan mensintesis berbagai pertimbangan ini untuk menetapkan variabel
yang mana yang memiliki prioritas paling tinggi dan bertindak untuk
mempengaruhi hasil pada situasi tersebut.
Metode AHP ini membantu memecahkan persoalan yang
kompleks dengan menstruktur suatu hirarki kriteria, pihak yang berkepentingan,
hasil dan dengan menarik berbagai pertimbangan guna mengembangkan bobot atau
prioritas. Metode ini juga menggabungkan kekuatan dari perasaan dan logika yang
bersangkutan pada berbagai persoalan, lalu mensintesis berbagai pertimbangan
yang beragam menjadi hasil yang cocok dengan perkiraan kita secara intuitif
sebagaimana yang dipresentasikan pada pertimbangan yang telah dibuat.
Tahapan dalam AHP
1. Menyusun Hirarki
2. Membuat judgement
3. Mengukur konsitensi
4. Melakukan sintesis atau menghitung prioritas
Software yang dapat digunakan untuk
memecahkan masalah berdasarkan AHP adalah EXPERT CHOICE. Expert Choice adalah
sebuah perangkat lunak yang mendukung collaborative decision dan sistem
perangkat keras yang memfasilitasi grup pembuatan keputusan yang lebih efisien,
analitis, dan yang dapat dibenarkan. Memungkinkan interaksi real-time dari tim
manajemen untuk mencapai consensus on decisions.
Aplikasi
Area Expert Choice meliputi:
·
Resource Allocation (Alokasi sumber
daya)
·
Vendor Selection (Vendor Seleksi)
·
Strategic Planning (Perencanaan
Strategis)
·
HR Management (Manajemen SDM)
·
Risk Assessment
·
Project Management (Manajemen Proyek)
·
Benefit/Cost Analysis (Manfaat / Biaya
Analisis)
Expert
Choice menyediakan:
·
Struktur untuk seluruh proses
pengambilan keputusan
·
Sebuah tool yang memfasilitasi kerjasama
antara beberapa pihak yang
berkepentingan
berkepentingan
·
Analisis pengambil keputusan
·
Meningkatkan komunikasi
·
Memberi keputusan yang lebih cepat
·
Dokumentasi proses pengambilan keputusan
·
Sebuah konsensus keputusan
·
Keputusan akhir yang lebih baik dan
dapat dibenarkan.
B. Prosedur
AHP
Terdapat
tiga prinsip utama dalam pemecahan masalah dalam AHP menurut Saaty, yaitu:
Decompositiot, Comparative Judgement, dan Logical Concistency.
1. Dekomposisi
masalah;
2. Penilaian/pembobotan
untuk membandingkan elemen-elemen;
3. Penyusunan
matriks dan Uji consistensi;
4. Penetapan
prioritas pada masing-masing hirarki;
5. Sistesis
dari prioritas; dan
6. Pengambilan/penetapan
keputusan.
C. Dekomposisis
Masalah/Menyusun Hirarki
Dekomposisi
masalah adalah langkah dimana suatu tujuan (Goal) yang telah ditetapkan
selanjutnya diuraikan secara sistematis kedalam struktur yang menyusun
rangkaian sistem hingga tujuan dapat dicapai secara rasional. Dengan kata lain,
sutu tujuan (goal) yang utuh, didekomposisi (dipecahkan) kedalam unsur
penyusunnya. Apabila unsur tersebut merupakan kriteria yang dipilih seyogyanya
mencakup semua aspek penting terkait dengan tujuan yang ingin dicapai. Namun
kita harus tetap mempertimbangkan agar kriteria yang dipulih benar-benar
mempunyai makna bagi pengambilan keputusan dan tidak mempunyai makna atau
pengertian yang yang sama, shingga walaupun kriteria pilihan hanya sedikit
namun mempunyai makna yang besar terhadap tujuan yang ingin dicapai. Setelah
kriteria ditetapkan, selanjutnya adalah menentukan alternatif atau pilihan
penyelesaian masalah. Sehingga apabila digambarkan kedalam bentuk bagan hierarki
seperti ditunjukkan pada Gambar 1.
Hirarki utama (Hirarki I) adalah tujuan/ fokus/ goal yang akan dicapai atau penyelesaian persoalah/ masalah yang dikaji. Hierarki kedua (Hirarki II) adalah kriteria, kriteria apa saja yang harus dipenuhi oleh semua alternatif (penyelesaian) agar layak untuk menjadi pilihan yang paling ideal, dan Hirarki III adalah alternatif aatau pilihan penyelesaian masalah. Penetapan hierarki adalah sesuatu yang sangat relatif dan sangat bergantung dari persoalan yang dihadapi. Pada kasus-kasus yang lebih kompleks, anda bisa saja menyusun beberapa hirarki (bukan hanya tiga), bergantung pada hasil dekomposisi yang telah anda lakukan, perhatikan contoh hierarki berikut.
D. Penilaian / Pembandingan Elemen
Apabila proses dekomposisi telah
selasai dan hirarki telah tersusun dengan baik. Selanjutnya dilakukan penilaian
perbandingan berpasangan (pembobotan) pada tiap-tiap hirarki berdasarkan
tingkat kepentingan relatifnya. Pada contoh di atas, maka perbandingan dilakkukan
pada Hirarki III (antara alternatif), dan pada Hirarki II (antara kriteria).
Penilaian atau pembobotan pada Hirarki III, dimaksudkan untuk membandingkan nilai atau karakter pilihan berdasarkan tiap kriteria yang ada. Misalnya antara pilihan 1 dan pilihan 2, pada kriteria 1, lebih penting pilihan 1, selanjutnya antara pilihan 1 dan pilihan 3, lebih penting pilihan 3 dan seterusnya hingga semua pilihan akan dibandingkan satu-persatu (secara berpasangan). Hasil dari penilaian adalah nilai/bobot yang merupakan karakter dari masing-masing alternatif.
Penilaian atau pembobotan pada Hierarki II, dimaksudkan untuk membandingkan nilai pada masing-masing kriteria guna mencapai tujuan. Sehingga nantinya akan diperoleh pembobotan tingkat kepentingan masing-masing kriteria untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Prosedur penilaian perbandingan berpasangan dalam AHP, mengacu pada skor penilaian yang telah dikembangkan oleh Thomas L Saaty, sebagai berikut:
Penilaian atau pembobotan pada Hirarki III, dimaksudkan untuk membandingkan nilai atau karakter pilihan berdasarkan tiap kriteria yang ada. Misalnya antara pilihan 1 dan pilihan 2, pada kriteria 1, lebih penting pilihan 1, selanjutnya antara pilihan 1 dan pilihan 3, lebih penting pilihan 3 dan seterusnya hingga semua pilihan akan dibandingkan satu-persatu (secara berpasangan). Hasil dari penilaian adalah nilai/bobot yang merupakan karakter dari masing-masing alternatif.
Penilaian atau pembobotan pada Hierarki II, dimaksudkan untuk membandingkan nilai pada masing-masing kriteria guna mencapai tujuan. Sehingga nantinya akan diperoleh pembobotan tingkat kepentingan masing-masing kriteria untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Prosedur penilaian perbandingan berpasangan dalam AHP, mengacu pada skor penilaian yang telah dikembangkan oleh Thomas L Saaty, sebagai berikut:
Dalam pembobotan tingkat kepentingan
atau penilaian perbandingan berpasangan ini berlaku hukum aksioma reciprocal,
artinya apabila suatu elemen A dinilai lebih esensial (5) dibandingkan dengan
elemen B, maka B lebih esensial 1/5 dibandingakan dengan elemen A. Apabila
elemen A sama pentingnya dengan B maka masing-masing bernilai = 1.
Dalam pengambilan data, misalnya
dengan menggunakan kuisioner, prosedur perbandingan berganda dapat dilakukan
dengan menggunakan kuisioner berupa matriks atau semantik difrensial.
Contoh Kuisioner matriks:
Banyaknya sell yang harus diisi
adalah n(n-1)/2 karena matriks reciprocal elemen diagonalnya bernilai = 1, jadi
tidak perlu disi. Pada conoth di atas 4(4-1)/2 = 6, jadi bagian yang outih saja
yang diisi.
Contoh Kuisioner semantik difrensial:
Pada jenis kuisioner ini, kecendrungan
pembibitan dilingkari/silang berdasarkan bobot nya, jika sisi kiri lebih
penting dari sisi kanan maka angka yang dilingkari adalah 9-1 pada ruas kiri
dan sebaliknya.
A.
Penyusunan Matriks dan Uji Konsistensi
Apabila proses pembobotan atau
“pengisian kuisioner” telah selesai, langkah selanjutnya dalah penyusunan
matriks berpasangan untuk melakukan normalisasi bobot tingkat kepentingan pada
tiap-tiap elemen pada hirarkinya masing-masing. Pada tahapan ini analisis dapat
dilakukan secara manual ataupun dengan menggunakan program komputer seperti
CDPlus atau Expert Choice. Kali ini kita akan lanjut membahas
pada prosedur analisis secara manual. Nilai-nilai yang diperoleh selanjutnya
disusun kedalam matriks berpasangan serupa dengan matriks yang digunakan pada
kuisioner matriks diatas. Hanya saja pada penyusunan matriks untuk analisis
data ini, semua kotak harus diisi.
Langkah pertama: adalah menyatukan pendapat dari beberapa kuisioner, jika kuisioner diisi oleh pakar, maka kita akan menyatukan pendapat para pakar kedangan menggunakan persamaan rata-rata geometri:
Langkah
kedua: menyusun
matriks perbandingan, sebagai berikut:
Sebelum melangkah lebh jauh ketahapan
iterasi untuk penetapan prioritas pada pilihan alternatif atau penetapan
tingkat kepentingan kriteria, maka sebelumnya dilakukan terlebih dahulu uji
konsistensi. Uji konsistensi dilakukan pada masing kuisioner/pakar yang menilai
atau memberikan pembobotan. Kuisioner atau pakar yang tidak memenuhi syrat
konsisten dapat dianulir atau dipending untuk perbaikan. Prinsip dasar pada uji
konsistensi ini adalah apabila A lebih penting dari B, kemudian B lebih penting
dari C, maka tidak mungkin C lebih penting dari A. Tolak ukur yang digunakan
adalah CI (Consistency Index) berbanding RI (Ratio Index) atau CR (Consistency
Ratio).
Ratio Indeks(RI) yang umum digunakan
untuk setiap ordo matriks adalah sebagai berikut:
Langkah ketiga: uji konsistensi terlebih dahulu
dilakukan dengan menyusun tingkat kepentingan relatif pada masing-masing
kriteria atau alternatif yang dinyatakan sebagai bobot relatif ternormalisasi
(normalized relative weight). Bobot relatif yang dinormalkan ini merupakan
suatu bobot nilai relatif untuk masing-masing elemen pada setiap kolom yang
dibandingkan dengan jumlah masing-masing elemen:
Maka bobot relatif ternormalisasi
adalah:
Selanjutnya dapat dihitung Eigen
faktor hasil normalisasi dengan merata-ratakan penjumlahan tiap baris pada
matriks di atas.
Selanjutnya tentukan nilai CI (consistency
Index) dengan persamaan:
Dimana CI adalah indeks konsistensi
dan Lambda maksimum adalah nilai eigen terbesar dari matriks berordo n.
Nilai eigen terbesar adalah jumlah
hasil kali perkalian jumlah kolom dengan eigen vaktor utaman. Sehingga dapat
diperoleh dengan persamaan:
Setelah memperoleh nilai lambda
maksismum selanjutnya dapoat ditentukan nilai CI. Apabila nilai CI bernilai nol
(0) berarti matriks konsisten. Jika nilai CI yag diperoleh lebih besar dari 0
(CI>0) selanjutnya diuji batas ketidak konsistenan yang diterapkan oleh
Saaty. Pengujian diukur dengan menggunakan Consistency Ratio (CR), yaitu nilai
indeks, atau perbandingan antara CI dan RI:
Nilai RI yang digunakan sesuai denan
ordo n matriks. Apabila CR matriks lebih kecil 10% (0,1) berarti bahwa ketidak
konsistenan pendapat masing dianggap dapat diterima.
Penetapan prioritas pada
masing-masing hirarki
Penetapan prioritas pada tiap-tiap
hierarki dilakukan melalui proses Iterasi (perkalian matriks). Langkah pertama
yang dilakukan adalah merubah bentuk fraksi nilai-nilai pembiobotan kedalam
bentuk desimal. Agar lebih mudah difahami, kita menggunakan salah satu contoh
data hasil penilaian salah seorang pakar seperti contoh berikut:
Data Matriks di atas dirubah dari
bentuk fraksi kedalam bentuk desimal (Matriks 1):
Mengkuadratkan matriks 1 (jumlah
baris x kolom) (Iterasi I):
Selanjutnya jumlahkan angka dalam
matriks menurut barisnya:
Langkah berikutnya adalah pengolahan
bentuk Matriks 2 dengan jalan sama dengan Matriks 1 (Iterasi II),
kemudian jumlahkan kembali hasil perkalian silang matriks berdasarkan baris:
Selanjutnya dihitung selisih antara vektor Matriks 1
dan 2 dalam Iterasi II
Lekukan kembali iterasi untuk
Matriks 3. Langkah ini diulang, hingga nilai selisih antar iterasi tidak
mengalami perubahan (=0), nilai iterasi yang diperoleh tersebut selanjutan
menjadi urutan prioritas sebagaimana berikut:
Metode yang sama diteruskan pada
tingkatan hierarki selanjutnya, atau pilihan-pilihan alternatif. Adapun cara
yang lebih mudah dalam melakukan pembobotan ini adalah dengan menggunakan
bantuan program komputer seperti Criterium Decision Plus (CD+) atau Expert
Choice.
Penarikan Kesimpulan
Penarikan kesimpulan dilakukan
dengan mengakumulasi nilai/ bobot global yang merupakan nilai sensitivitas
masing-masing elemen. Seperti pada contoh diatas, maka kesimpulan nutamanya
adlah aspek kekuatan perlu diperhatikan karena merupakan prioritas utama,
kemudian aspek kelemahan, ancaman dan peluang.
Contoh Studi Kasus AHP pada Teknik
Sipil
Analisis Keputusan Pemilihan
Konstruksi Perkerasan Jalan Dengan Metode Analytic Hierarchy Process (AHP)
1. Analisis Sistem Pengambilan Keputusan
Pengambilan
keputusan adalah bagian dari perencanaan yang akan selalu dihadapi oleh setiap
pengelola suatu usaha. Pihak berwenang akan memilih alternatif terbaik
dari yang tersedia. Tetapi pertanyaan berikutnya adalah bagaimana
menentukan alternatif yang terbaik. Untuk suatu persoalan yang sederhana
menentukan alternatif mungkin dapat dilakukan tanpa banyak mengalamai
kesulitan, tetapi untuk sistim yang kompleks diperlukan metode tertentu
untuk menghadapinya. Dalam konsep sistim tersedia metodologi untuk
menghadapi persoalan di atas, yaitu analisis sistim yang pada garis
besarnya adalah menganalisis dan memecahkan masalah pengambilan keputusan
dengan memilih alternatif yang terbaik, dengan melihat sumber daya yang
diperlukan dibandingkan manfaat yang akan diperoleh, termasuk pengkajian
resiko yang mungkin dihadapi. Pemilihan di atas dilakukan dengan
simulasi, atau metode matematis yang lain sebelum memberi kesimpulan dan
mengambil keputusan berdasarkan judgment (penilaian) atas
dasar pengalaman. (Soeharto Imam,1995).
Analisis
sistem adalah proses mempelajari suatu kegiatan, lazimnya dengan cara-cara
matematis,untuk menentukan (mengambil keputusan) tujuan, kemudian menyusun
prosedur operasi dalam rangka mencapai tujuan tersebut secara
efisien. Dalam perkembangan selanjutnya, analisis sistem ini tidak
hanya menggunakan cara matematis tetapi juga non matematis. Untuk membantu
dan memudahkan pengambilan keputusan, analisis system acap kali
mempergunakan model. Model ini dapat berbentuk fisik, formulasi
matematika, atau program komputer. Proses analisis system
terdiri dari dari beberapa tahap, yaitu
formulasi, penelitian, analisis/kesimpulan, dan verifikasi, seperti
terlihat pada gambar 2.1
Gambar 1 :
Proses Analisis Sistem
Sumber :Imam Suharto (1995)
Pada tahap
pertama, adalah formulasi atau merumuskan ide yang timbul. Awal dari
ide tersebut dapat berupa konsep, kemudian dikembangkan dengan member-kan
penjelasan perihal tujuan,lingkup, resiko dan lain-lain. Tahap berikutnya
adalah penelitian yang mengumpulkan dan mempelajari data dan informasi perihal
gagasan tersebut. Pada tahap ini komponen sistem dan hubungan diantaranya
diidentifikasi, kemudian sumber daya yang diperlukan dan antisipasi
hambatan yang mungkin timbul diperkirakan. Selanjutnya, alternatif untuk
mencapai tujuan yang dimaksud disajikan.
Periode
selanjutnya, adalah tahap analisis yang membuahkan kesimpulan. Pada tahap
ini umumnya dibuat model untuk membandingkan alternatif-alternatif, yang
hasilnya diajukan kepada yang berwenang untuk diambil keputusan. Tahap
akhir adalah verifikasi, disini kesimpulan yang telah diambil diuji coba dalam
praktek atau penggunaannya secara nyata, dengan demikian akan diketahui
kebenaran atau kekurangan kesimpulan yang telah diambil.
Dari proses
diatas terlihat bahwa metode analisis sistem relatif memerlukan waktu untuk
menyelesaikan langkah- langkah yang diperlukan sebelum sampai kepada suatu
kesimpulan,tetapi menyajikan suatu cara yang logis dan konsisten.Oleh karena
itu, apabila yang dihadapi adalah pemilihan berbagai macam alternatif,maka
metode ini dapat menghasilkan keputusan yang lebih akurat dibandingkan
pertim-bangan yang bersifat intuitif/pengalaman.
2. Dasar Teori Perencanaan Konstruksi Perkerasan Jalan
Perencanaan
tebal perkerasan jalan baru, peningkatan maupun rehabilitasi jalan umumnya
dapat dibedakan atas 2 metode yaitu:
1. Metode empiris, metode ini dikembang-kan
berdasarkan pengalaman dan penelitian dari jalan-jalan yang dibuat khusus untuk
penelitian atau dari jalan yang sudah ada.
2. Metode teoritis, metode ini dikembang-kan berdasarkan
teori matematis dari sifat tegangan dan regangan pada lapisan perkerasan akibat
beban berulang dari lalu lintas.
Perencanaan
tebal perkerasan dengan metode empiris sebaiknya dilakukan tidak hanya
menggunakan satu metode saja tetapi beberapa metode.Hasil perencanaan akhir
diperoleh dari hasil studi perbandingan dengan memperhatikan biaya
konstruksi awal, life cicle cost, pemeliharaan,tenaga
kerja, kemungkinan tersedia material yang diperlukan, asumsi yang
diambil pada setiap metode, dan kondisi lingkungan.
Dalam
penelitian ini untuk perencanaan tebal perkerasan jalan digunakan 3 (tiga)
metode empiris yaitu Metode Analisa Komponen SKBI. 2.3.26.1987 UDC:625.73,
Metode Giroud-Han dari USA, Tahun 2004, dan Metode Analisa ZTVE StB dari
Jerman, Tahun 1994
3. Metode Analisa Komponen SKBI.
2.3.26.1987 UDC:625.73
Metode
Analisa Komponen SKBI.2.3.36.1987 UDT : 625.73 merupakan metode yang bersumber
dari dari metode AASHTO’72 dan modifikasi sesuai dengan
kondisi jalan di Indonesia dan merupakan penyempurnaan dari Buku Pedoman
Penentuan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya No.01/PD /B/1983. Dengan demikian
rumus dasar metode ini diambil dari rumus – rumus dasar metode AASHTO’72 revisi
1982. Adapun prosedur Perencanaan Tebal Perkerasan sebagai mana
ditunjukkan di dalam gambar 2.2
Sumber : Dirjen Bina Marga
4. Metode Giroud
- Han dari USA, Tahun 2004
Metode
Giroud – Han ( USA)/2004, ini merupakan metode yang bersumber dari The
American Society of Civil Engineers (ASCE) Journal of Geotechnical
and Geoenvironmental Engineering, edisi Agustus Tahun 2004.Yang
dipublikasikan lagi dengan judul Subgrade Improvement for Paved
and Unpaved Surfaces Using Geogrids oleh Stephen Archer, PE edisi Oktober
2008. Didalam perencanaan konstruksi perkerasan jalan dengan metode
ini merupakan pengembangan dari metode sebelumnya yaitu metode: Giroud dan
Noiray (1981) dan Giroud et al. ( 1985)., dimana dalam metode ini dikembangkan
tentang penggunaan geosynthetic, untuk perbaikan subgrade/ tanah
dasar sebagai pondasi konstruksi jalan.
Metode ini
dipergunakan untuk Perumusan teori Disain lapisan konstruksi
perkesaran jalan dengan geosynthetic, ditemukan oleh , J.P.
Giroud, Ph.D., dan Jie Han, Ph.D., yang diterbitkan The American
Society of Civil Engineers (ASCE) Journal of Geotechnical and Geoenvironmental
Engineering, edisi Agustus Tahun 2004.
Rumus
berikut digunakan untuk memperkirakan ketebalan lapisan pondasi base
course yang diperlukan ( h) untuk serviceability guna
mendukung tanah dasar akibat beban kendaraan. Di dalam penggunaan rumus ini,
pihak perencana dapat menghitung ketebalan lapisan base course dengan
ketebalan ( h):
Rumus :
Giroud-Han(2004)
Sumber : The
American Society of Civil Engineers (ASCE) Journal of Geotechnical
andGeoenvironmental Engineering, edisi Agustus Tahun 2004.
dimana :
‘h = Ketebalan lapisan base course (m)
J = Stabilitas Modulus Geogrid ( m – N/degree)
N = Jumlah kendaraan sumbu terberat
P = Beban Kendaraan ( kN)
‘r = Luas bidang sentuh roda kendaraan (m)
CBRsg = California bearing ratio (CBR) subgrade soil
CBRbc = CBR base course
s = tebal minimum urugan base course (102mm)
fs = factor equal 75 mm
fc = factor equal 30 kPa
Nc = bearing capacity factor, dimana
Nc = 3.14 dan J = 0 untuk unreinforced
base course; Nc = 5.14
J = 0 untuk geotextile-reinforced base course;
Nc = 5.71
J =0.32 m-N/degree untuk Tensar BX1100-reinforced
base course;
Nc = 5.71
J = 0.65 m-N/degree untuk Tensar BX1200-
reinforced base course.
5. Metode ZTVE StB dari Jerman ,
Tahun 1994
Metode ZTVE
StB( Jerman)/1994, ini merupakan metode yang bersumber dari
terjemahan Artikel langsung dari paper yang diterbitkan dengan
judul ‘Dimensionierung von Oberbauten von Verkehrsflächen unter
Einsatz von multifunktionalen Geogrids zur Stabilisierung des Untergrundes’yang
diperkenalkan di konferensi on geosynthetics ‘Kunststoffe
in der Geotechnik’, di Technical University Munich, March 1999.
Dimuat lagi dalam Jurnal Teknologi dengan judul Design methods for
roads reinforced with multifunctional geogrid composites for subbase
stabilization oleh N. Meyer, Fachhochschule Frankfurt am Main, Germany,
dan J.M. Elias, Colbond Geosynthetics, Arnhem, the Netherlands,
dimana dalam metode ini dikembangkan tentang penggunaan geosynthetic, untuk
perbaikan subgrade/tanah dasar sebagai pondasi konstruksi jalan, sekaligus
perhitungan angka keamanan (safety factor), terhadap hasil
perencanaan perhitungan tebal perkerasan konstruksi jalan. Untuk
mendisain konstruksi lapisan permukaan jalan di Jerman
menggunakan metode/program standar RSTO 86/89. Desain jalan
pada umumnya menggunakan konstruksi beberapa lapisan dengan ketebalan berbeda,
total ketebalan lapisan konstruksi jalan dihitung keseluruhan dalam
metode ini, tetapi lapisan permukaan tidak mempunyai pengaruh terhadap bearing
kapasitas, dan hanya berfungsi untuk menyebar beban. (mekanismenya
dapat dilihat digambar 2.12).
Gambar 2.3. Situasi Gaya dan Tekanan Pada Lapisan
Konstruksi Perkerasan Jalan
Sumber : The American Society of Civil Engineers (ASCE) Journal of
Geotechnical and GeoenvironmentalEngineering(2004)
Lapisan
bagian atas menyangkut total struktur jalan elastis, yang dianggap sebagai
isotropis dan berfungsi menyebarkan beban roda. Tidak punya pengaruh
terhadap bearing kapasitas (daya dukung). Konstruksi lapisan
permukaan dihitung menggunakan aspal. Dalam hal ini beban disebarkan ke semua
arah sudut, sebagai lapisan atas (top layer) dan memiliki density
tinggi. Untuk mengecek apakah struktur sudah kuat/stabil secara
keseluruhan sesuai umur rencana jalan, bearing capacity(kapasitas
daya dukung) maksimum urugan lapisan badan jalan dan daya dukung tanah
dasar (sub soil harus dihitung dan harus dibandingkan dengan kondisi
tekanan( stresses) kenyataan.
Faktor
keamanan (FS) untuk mengecek kesetabilan adalah:
dimana :
Pf = Tekanan
pada lapisan urugan (base course)
Py = Daya
dukung lapisan urugan(base course)
Pe,s = Total
tekanan pada lapisan tanah dasar
Pu = Daya
dukung tanah dasar
Faktor
Safety. 1(FS 1)
· Metode desain mengasumsikan
lapisan permukaan elastis, yang tidak mempunyai efek pada kekakuan total
struktur. Dalam kenyataan dilapangan tentu saja permukaan jalan (surface)memberikan
kekuatan tambahan
· Compaction (pemadatan)
lapisan base course (fill) yang berisi butiran kerikil
kecil mungkin dapat menaikkan nilai daya dukung urugan sampai batas maksimum,
dan terbatas atau tidak ada settlement urugan
Faktor
Safety. 2 (FS 2)
Selama umur
rencana konstruksi jalan, persamaan differensial setlemen boleh terjadi
dilapisan subsoil (tanah dasar) yang memiliki nilai CBR rendah, dan akibat
beban dynamic roda kendaraan. Geogrid dapat menaikkan nilai daya dukung
tanah dasar, dan mengurangi settelmen, mekanisme kegagalan yang paling
kritis. Karenanya harus memiiki faktor keselamatan lebih tinggi.
Catatan:
Untuk
memberi nilai – nilai FS 1 dan FS sesuai tingkat keamanan .Mereka
berpedoman pengalaman dan refrensi lain dan boleh juga sesuai dengan
pilihan factor keamanan para perencana masing – masing, para
perancang boleh memilih untuk mengadopsi factor keselamatan tergantung
penerapan standar baku di negara–negara masing-masing.
Panduan Analisa Harga Satuan No.008/BM/2008 oleh Direktorat Jenderal Bina
Marga Departemen Pekerjaan Umum tahun 2008
Panduan
analisa harga satuan(PAHS) merupakan buku panduan dalam pembuatan HPS (Harga
Perkiraan Sendiri) atau Owner’s Estimate bagi unsur pelaksana pengadaan jasa
konstruksi.
Analisa
harga satuan ini menguraikan suatu perhitungan harga satuan bahan dan pekerjaan
yang secara teknis dirinci secara detail berdasarkan suatu metode kerja dan
asumsi-asumsi yang sesuai dengan yang diuraikan dalam suatu spesifikasi
teknis, gambar disain dan komponen harga satuan,baik untuk kegiatan
rehabilitasi/ pemeliharaan, maupun peningkatan jalan dan jembatan
Metode
Analytical Hierarchy Process(AHP)
Analytical
Hierarchy Process(AHP) merupakan metode yang dikembangkan oleh Prof.Thomas
L.Saaty dan dipublikasikan pada tahun 1980 dapat memecahkan masalah yang
komplek, dimana kriteria dan alternatif yang diambil cukup
banyak. Juga kompleksitas ini disebabkan oleh struktur masalah yang belum
jelas.
Metode AHP
adalah suatu teknik pengambilan keputusan yang memasukkan kriteria ganda baik
yang bersifat nyata maupun tidak nyata, kuantitatif maupun kualitatif yang
memperhitungkan juga adanya konflik ataupun perbedaan-perbedaan
pendapat. Aplikasi AHP telah meluas dan tidak saja digunakan dalam bidang
teknik, manajemen , dan bisnis.AHP juga mulai dikenal oleh para analis yang
umumnya memberikan support bagi pemerintah dalam penentuan
kebijakannya.
Kelebihan
metode Analytical Hierarchy Process dibandingkan metode
lainnya adalah :
1. Dapat menentukan prioritas kebijakan
tidak hanya dengan penilaian kuantutatif, tetapi juga dengan
penilaian kualitatif;
2. Mengurangi ambiguitas tujuan dan
mengurangi potensi konflik antara tujuan ,spesifikasi , dan target;
3. Dapat mengidentifikasi tujuan
tersem-bunyi yang mungkin bertentangan satu sama lain dengan menampakkan bobot
dari masing-masing kriteria;
4. Dapat mengidentifikasi kriteria yang
digunakan dalam beberapa tingkat;
5. Mempunyai tingkat sensitifitas yang
tinggi terhadap penilaian kriteria;
6. Mempunyai analisa konsistensi
sehingga penilaian yang tidak konsisten dapat dieliminer hingga sampai
rasio yang ditolelir (10 %).
METODE PENELITIAN
1. Rancangan Penelitian
Adapun
kerangka pemikiran yang melandasi konseptual dalam penelitian ini berdasarkan
dokumentasi, pengamatan dari hasil kajian pustaka secara teori dan fakta
yang bermanfaat sebagai alur pemikiran sistim analisis keputusan dalam
pemilihan konstruksi perkerasan jalan.
2. Subyek Penelitian
Subyek
penelitian untuk metode Analitychal Hierarchy Process
(AHP) ini dari responden yang memiliki latar belakang pendidikan teknik
sipil,yang diambil dari Kepala Dinas, Pejabat Teknis Eselon III, dan Pejabat
Teknis Eselon IV di Lingkungan Dinas PU. Bina Marga Kab. Lamongan yang
mempunyai kewenangan, dan kebijakan mengambil keputusan dalam hal menentukan
Jenis Konstruksi Perkerasan Jalan yang akan diterapkan, penentuan
dilakukan penyebaran kuesioner AHP pada responden. Pemilihan responden
Pejabat Eselon didasarkan atas beberapa hal, yaitu :
1. Responden yang mengerti dan
pengalaman tentang permasalahan teknis perencanaan konstruksi perkerasan jalan.
2. Responden yang mengerti atau paham
mengenai kondisi Jalan di Kabupaten Lamongan.
3. Responden yang berpengaruh pada
kebijakan untuk menentukan jenis konstruksi perkerasan jalan di Kabupaten
Lamongan
3. Kerangka Konseptual
Pemilihan
jenis konstruksi perkerasan jalan harus selalu memperhatikan kompleksitas
kriteria-kriteria dan pilihan alternatif-alternatif konstruksi jalan yang akan
diterapkan pada perencanaan. Hal ini menyebabkan adanya kecenderungan
semakin rumitnya persoalan yang harus dikaji dan diselesaikan terkait dengan
pemilihan jenis konstruksi perkerasan jalan.
Dalam
kondisi demikian,solusi yang ideal dapat diperoleh dengan melakukan kajian
antar kriteria untuk mendapatkan tujuan terbaik yang masih diterima oleh
pengambilan keputusan(decision maker).Untuk itu diperlukan suatu
strategi dan prosedur yang sistimatis untuk analisis dan evaluasi berbagai
alternatif penyelesaian persoalan yang mungkin dapat ditempuh.
Proses
pengambilan keputusan merupakan proses penyelesain masalah terkait dengan upaya
pemilihan beberapa alternative pada cakupan pertimbangan criteria yang
kompleks.Proses ini dimulai dengan identifikasi persoalan secara
runtut. Selanjutnya adalah menetapkan kategori dan melakukan kuantifikasi
tujuan yang ingin dicapai. Tujuan yang telah ditetapkan akan menentukan
langkah atau tindakan untuk memperoleh penyelesaian persoalan.
Salah satu
metode dalam pengambilan keputusan adalah analytical hierarchy
process yang disingkat AHP.Metode AHP ini berperan dalam
menstrukturkan kriteria -kriteria yang ada untuk suatu masalah pengambilan
keputusan dengan banyak kriteria. Pengambilan keputusan perlu menentukan
tingkat kepentingan antara kriteria-kriteria yang ada dengan memban-dingkan
semua kombinasi kriteria yang mungkin. Selanjutnya disusun suatu matrik
hubungan relatif nilai kepentingan dari kriteria-kriteria yang ada. Selanjutnya
urutan prioritas/rangking dari kriteria dapat disusun dengan mencari eigenvektor matrik
tersebut.
Tiap
alternatif diuji konsekuensi- konsekuensi (outcomes) yang
ditimbulkan kemudian dinilai dengan masing-masing kriteria. Sehingga tiap
alternatif mempunyai nilai untuk semua kriteria. Selanjutnya nilai
tersebut dikalikan dengan bobot kriteria tersebut dari hasil analisis eigen
vektormatriks hubungan relatif nilai kepentingan diatas. Jumlah
nilai setelah perkalian ini adalah nilai akhir alternatif tindakan tersebut. Pengambilan
keputusan selanjutnya memilih alternatif tindakan yang paling tinggi
nilainya.
Kriteria-kriteria
Pemilihan jenis konstruksi perkerasan jalan
Adapun kriteria-kriteria yang
diguna-kan sebagai bahan pertimbangan pengam-bilan keputusan ini
merupakan hasil dari observasi, interview/wawancara langsung dengan pihak
Kepala Dinas, Pejabat Eselon III, dan Pejabat Eselon IV, maupun staf
teknis di Lingkungan Dinas PU. Bina Marga Kab. Lamongan, adalah sebagai
berikut:
1. Kriteria
Kompetensi Penyedia Jasa/ Kontraktor
2. Kriteria
Jenis material alam yang akan digunakan sebagai material konstruksi jalan
3. Kriteria
Kemampuan Dana Anggaran/ Biaya Pemerintah Daerah Kab. Lamongan;
4. Kriteria
Methode Pelaksanaan
5. Kriteria
Pengendalian dan Pengawasan
6. Kriteria
Pasca Pelaksanaan konstruksi
Alternatif-Alternatif jenis
konstruksi perkerasan jalan
Berikut ini adalah
alternatif-alternatif jenis konstruksi perkerasan jalan yang dapat dipilih oleh
pengambil keputusan dan kebijakan yang dapat diterapkan di Dinas PU. Bina
Marga Kab. Lamongan.
1. Konstruksi
Laston - Agregat A - Agregat B;
2. Konstruksi
Laston - Deltu+ Semen(Soil Cement);
3. Konstruksi
Beton(CBC) - Deltu;
4. Konstruksi
Laston - Agregat B - Geotextile;
5. Konstruksi
Laston - Deltu+ Semen(Soil Cement) - Geotextile;
Sedangkan untuk perhitungan biaya
menggunakan Panduan analisa harga satuan No.008/BM/2008 oleh Direktorat
Jenderal Bina Marga.
Pembuatan Struktur Hierarki Model
AHP
Tingkat /hirarki
pemilihan jenis konstruksi adalah ukuran kualitatif untuk menentukan
pilihan terbaik alternatif konstruksi jalan berdasarkan pertimbangan
kriteria-kriteria yang ada di Dinas PU. Bina Marga Kab. Lamongan
Tujuan akhir
desain pengambilan keputusan dan kebijakan adalah ingin menghasilkan keputusan
yang terbaik dalam hal pemilihan jenis konstruksi perkerasan jalan berdasarkan
kriteria dan pertimbangan dari para pengambilan keputusan dan kebijakan di
Dinas PU. Bina Marga Kabupaten Lamongan.
ANALISIS HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
1. Pembobotan Berpasangan (Pairwise
Comparison)
Bobot
masing-masing level kriteria didapat dari kuesioner yang diisi oleh responden
yang memiliki latar belakang pendidikan teknis sipil dan berpengalaman
dibidangnya, terdiri dari :Kepala Dinas PU. Kab. Lamongan , Pejabat Teknis
Eselon III, dan Pejabat Teknis Eselon IV di Lingkungan Dinas PU. Bina
Marga Kab. Lamongan yang mempunyai kewenangan, dan kebijakan mengambil
keputusan dalam hal menentukan Jenis Konstruksi Perkerasan Jalan yang akan
diterapkan, penentuan dilakukan penyebaran kuesioner AHP pada
responden. Jumlah responden sebanyak 7 responden.Nilai yang dipakai dalam
pembobotan berpasangan ini adalah nilai rata-rata geometri responden yang
dibulatkan ke atas.
Sebagai contoh perhitungan, perbandingan berpasangan matriks pada level kriteria yang didapatkan dari hasil survei adalah skala nilai perbandingan berpasangan berdasarkan goal sebagai berikut: Jika nilai elemen yang dibandingkan sangatdekat satu sama lain, penggunaan skala 1.1, 1.2 hingga 1.9 dapat digunakan.
Tabel 4.1 Contoh Matrix Perbandingan Pasangan Hasil Survei
Goal
|
Kompetensi
kontraktor
|
Material
pondasi
|
Biaya
|
Metode
Kerja
|
Pengawasan
|
Pasca
konstruksi
|
Kompetensi
kontraktor
|
1
|
9
|
9
|
7
|
7
|
9
|
Material
pondasi
|
1/9
|
1
|
1
|
1/2
|
1/3
|
2
|
Biaya
|
1/9
|
1
|
1
|
2
|
1/3
|
3
|
Metode
Kerja
|
1/7
|
2
|
½
|
1
|
1
|
4
|
Pengawasan
|
1/7
|
3
|
3
|
1
|
1
|
2
|
Pasca
konstruksi
|
1/9
|
1/2
|
1/3
|
¼
|
½
|
1
|
Jumlah
|
1,61
|
16,50
|
14,83
|
11,75.
|
10,16
|
21,00
|
Jumlah pertanyaan perbandingan berpasangan adalah n(n-1)/2 karena saling berbalikan dan diagonalnya selalu bernilai satu. Responden yang jawabannya tertera pada tabel 4.1 menyatakan bahwa faktor-faktor untuk memilih kompetensi kontraktor sangat penting dibandingkan Jenis pondasi(base course)
Kepentingan
relatif dari tiap faktor dari setiap baris dari matrik dapat dinyatakan sebagai
bobot relatif yang dinormalkan (normalized relative weight). Bobot
relatif yang dinormalkan ini merupakan suatu bobot nilai relatif
untuk masing-masing faktor pada setiap kolom, dengan membandingkan
masing-masing nilai skala dengan jumlah kolomnya. Eigenvektor utama
yang dinormalkan (normalized principaleigen vector) adalah
identik dengan menormalkan kolom-kolom dalam matrix perbandingan berpasangan.
Ini merupakan bobot nilai rata-rata secara keseluruhan, yang diperoleh dari
rata-rata bobot relatif yang dinormalkan masing-masing faktor pada setiap
barisnya.Sebagai contoh, bobot relatif yang dinormalkan dari faktor kompetensi
kontraktor terhadap biaya dalam tabel 4.1 adalah 9/14,83=0.606, sedangkan bobot
relatif yang dinormalkan untuk faktor metode kerja terhadap pengawasan dan
pengendalian adalah 1/10,16 =0,098. Tabel 4.2 merupakan hasil perhitungan bobot
relatif yang dinormalkan dari contoh tabel 4.1. Eigen vektor utama
yang tertera pada kolom terakhir tabel 4.2 didapat dengan merata rata bobot
relatif yang dinormalkan pada setiap baris.
Tabel 4.2 :
Contoh Bobot Relatif dan Eigen Vektor Utama dari Level kriteria
Goal
|
Kompetensi kontraktor
|
Material pondasi
|
Biaya
|
Metode Kerja
|
Penga-wasan
|
Pasca
kon-struk-si
|
Eigen-vector
Utama
|
Kompetensi
kontraktor
|
0,617
|
0,545
|
0,0674
|
0,5957
|
0,6885
|
0,4286
|
0,5804
|
Material
pondasi
|
0,068
|
0,0606
|
0,0674
|
0,0426
|
0,328
|
0,0952
|
0,0612
|
Biaya
|
0,068
|
0,0606
|
0,0337
|
0,1702
|
0,0328
|
0,1429
|
0,0904
|
Metode
Kerja
|
0,0882
|
0,1212
|
0,2022
|
0,0851
|
0,0984
|
0,1905
|
0,1028
|
Pengawasan
|
0,0882
|
0,1818
|
0,0225
|
0,0851
|
0,0984
|
0,0952
|
0,1252
|
Pasca
konstruksi
|
0,068
|
0,0303
|
0,0225
|
0,0213
|
0,0492
|
0,0478
|
0,0399
|
Jumlah
|
1,000
|
1,000
|
1,000
|
1,000
|
1,000
|
1,000
|
1,000
|
Eigenvektor utama merupakan bobot rasio
dari masing-masing faktor. Pada contoh di tabel 4.2,responden tersebut menilai
faktor kompetensi kontraktor sebagai faktor utama, pengawasan,metode
kerja,biaya,material alam dan pasca konstruksi. Baginya, faktor kompetensi
kontraktor adalah 58,04/9,04 = 6,419 kali lebih penting dari factor biaya, dan
faktor metode kerja 10,28/3,99 =2,576 kali lebih penting dari pasca konstruksi.
2. Konsistensi AHP
Jika
aij mewakili derajat kepentingan faktor terhadap faktor j dan ajk
menyatakan kepentingan dari faktor j terhadap faktor k, maka agar
keputusan menjadi konsisten, kepentingan dari faktor i terhadap faktor k
harussama dengan aij.ajk atau jika aij.ajk = aik untuksemua i,j,k maka matrix
tersebut konsisten. Permasalahan didalam pengukuran pendapat manusia,
konsistensi tidak dapat dipaksakan. Jika A>B (misalnya 2 > 1) dan
C>B (misalnya3>1), tidak dapat dipaksakan bahwa C>A denganangka 6>1
meskipun hal itu konsisten. Pengumpulan pendapat antara satu
faktor dengan yang lain adalah bebas satu sama lain, dan hal ini
dapat mengarah pada ketidak konsistensi jawaban yang diberikan
responden.Namun, terlalu banyak ketidakkonsistensi juga tidak diinginkan.
Pengulangan wawancara padasejumlah responden yang sama kadang diperlukan
apabila derajat tidak konsistennya besar. Saat [4] telah membuktikan
bahwa indekkonsistensi dari matrik berordo n dapat diperoleh dengan rumus
Portable Expert Choice 11 Full Version
BalasHapusMerupakan Software Portable, Tidak Perlu Install, Langsung Dipakai
Lebih Praktis, Bisa Disimpan Di Flaskdisk, Komputer, Laptop, DLL
Bisa Untuk OS Windows 32 Bit Dan OS Windows 64 Bit
Link Download Portable Expert Choice 11 Full Version
http://updatetribun.org/ExpertChoice11