Negara merupakan alat (agency) atau wewenang (authory) yang mengatur atau mengendalikan persoalan-persoalan bersama atas nama masyarakat. Oleh karena itu Negara mempunyai dua tugas yaitu :
1.
mengatur dan
mengendalikan gejala-gejala kekuasaan yang asosial, artinya yang bertentangan
satu sama lain supaya tidak menjadi antagonisme yang membahayakan
2.
mengorganisasi dan
mengintegrasikan kegiatan manusia dan golongan-golongan kearah tercapainya
tujuan-tujuan dari masyarakat seluruhny atau tujuan sosial.
Pengendalian
ini dilakukan berdasarkan hukum dan dengan peraturan pemerintah beserta
lembaga-lembaganya. Hukum yang mengatur kehidupan masyarakat dan nyata berlaku
dalam masyarakat disebut hukum positif. Istilah “hukum positif” dimaksudkan untuk
menandai diferensiasi, dan hukum terhadap kaidah-kaidah lain dalam masyarakat
tampil lebih jelas, tegas, dan didukung oleh perlengkapan yang cukup agar
diikuti anggota masyarakat.
Hukum adalah
himpunan peraturan-peraturan (perintah-perintah atau larangan-larangan) yang
mengurus tata tertib alam hukum masyarakat dan karena itu harus ditaati oleh
masyarakat. Simorangkir mendfinisikan hukum sebagai peraturan – peraturan yang
memaksa, yang menentukan tingkah laku manusia dalam lingkungan masyarakat yang
dibuat oleh badan-badan yang berwajib, pelanggaran mana terhadap peraturan tadi
berakibat diambilnya tindakan, yaitu dengan hukuman tertentu.
Sifat
Hukum :
·
Hukum mempunyai sifat mengatur dan memaksa. Ia merupakan
peraturan-peraturan hidup kemasyarakatan yang dapat memaksa orang supaya
mentaati tata-tertib dalam masyarakat serta memberikan sanksi yang tegas
(berupa hukuman) terhadap siapa saja yang tidak mematuhinya.
Ciri-Ciri
Hukum :
·
Terdapat perintah atau larangan. Perintah atau larangan itu harus
dipatuhi setiap orang. Hukum Pidana ada 2 :
1. Pidana pokok, terdiri dari:
– Pidana mati
– Pidana
penjara
– Pidana
kurungan
– Pidana
denda (pengganti hukum kurungan)
– Pidana
tutupan
2. Pidana tambahan, terdiri dari:
– Pencabutan
hak-hak tertentu
– Penyitaan
barang-barang tertentu
– Pengumuman
keputusan hakim
Sumber-Sumber Hukum Sumber Hukum dalam Arti
Materiil Faktor-faktor yang turut serta menentukan isi hukum.
Faktor-faktor kemasyarakatan yang mempegaruhi
pembentukan hukum yaitu:
1. Stuktural ekonomi
dan kebutuhan-kebutuhan masyarakat antara lain: kekayaan alam, susunan geologi,
perkembangan-perkembangan perusahaan dan pembagian kerja.
2. Kebiasaan yang telah membaku dalam masyarakat
yang telah berkembang dan pada tingkat tertentu ditaati sebagai aturan tinglkah
laku yang tetap.
3. Hukum yang
berlaku Tata hukum negara-negara lain Keyakinan tentang agama dan kesusilaan
Kesadaran hukum Sumber Hukum dalam Arti Formil Masalah prosedur atau cara
pembentukanya, terdiri dari: Sumber hukum dalam arti formal yang tertulis
Undang-undang : UU dalam arti material: keputusan penguasa yang dilihat dari
segi isinya mempunyai kekuatan mengikat umum mis. UU Teroisme, UU Pailit. UU
dalam arti formal : keputusan penguasa yang diberi nama UU disebabkan bentuk
yang menjadikannya UU, mis UU APBN Sumber hukum dalam arti formal yang tidak
tertulis
Pembagian hukum
1.
menurut “sumbernya”
hukum dibagi dalam :
·
hukum undang-undang,
yaitu hokum yang tercantum dalam peraturan perundang-undangan
·
hukum kebiasaan, yaitu
hukum yang terletak pada kebisaan (adapt)
·
hukum Traktaat, hukum
yang diterapkan oleh Negara-negara dalam suatu perjanjian antar negara
·
hukum Yurisprudensi,
hukum yaitu yang terbentuk karena keputusan hakim
2.
menurut bentuknya
“hukum “ dibagi dalam
·
hukum tertulis
hukum tertulis yang dikodifikasikan ialah hukum tertulis yang telah
dibukukan jenis-jenisnya dalam kitab undang-undang secara sistematis dan
lengkap.
·
hukum tak tertulis
3.
Menurut “tempat
berlakunya” hukum dibagi dalam :
·
hukum nasional ialah
hukum dalam suatu Negara
·
hukum Internasional
ialah hukum yang mengatur hubungan internasional
·
hukum Asing ialah
hukum dalam negala lain
·
hukum Gereja ialah
norma gereja yang ditetapkan untuk anggota-anggotanya
4.
Menurut “waktu
berlakunya “hukum dibagi dalam :
·
Ius constitum (hukum
positif) ialah hukum yang berlaku sekarang bagi suatu masyarakat tertentu dalam
suatu daerah tertentu.
·
Ius constituendem
ialah hukum yang diharapkan akan berlaku di waktu yang akan dating
·
hukum Asasi (hukum
alam ) ialah hukum yang berlaku dalam segala bangsa di dunia
5.
Menurut “cara
mempertahankannya” hukum dibagi dalam :
·
Hukum material ialah
hukum yang memuat peraturan yang mengatur kepentingan dan hubungan yang
berwujud perintah – perintah dan larangan-larangan
·
Hukum Formal (hukum
proses atau hukum acara ) ialah hukum yang memuat peraturan yagn mengatur
bagaimana cara-cara melaksanakan dan mempertahankan hukum material atau
peraturan yang mengatur bagaimana cara-caranya mengajukan sesuatu perkara ke
muka pengadilan dan bagaimana caranya hakim memberi keputusan
6.
Menurut “sifatnya”
hukum dibagi dalam :
·
Hukum yang memaksa
ialah hukum yang dalam keadaan bagaimana harus dan mempunya paksaan mutlak.
·
Hukum Yang mengatur
(pelengkap) ialah hukum yang dapat dikesampingkan, apabila pihak yang
bersangkutan telah membuat peraturan sendiri dalam perjanjian
7.
Menurut “wujudnya”
hukum dibagi dalam :
·
Hukum obyektif ialah
hukum dalam suatu Negara yang berlaku umum dan tidak mengenai orang lain atau
golongan tertentu.
·
Hukum Subyektif ialah
hukum yang timbul dari hubungan obyektif dan berlaku terhadap seseorang
tertentu atau lebih. Kedua jenis hukum ini jarang digunakan
8.
Menurut “isinya” hukum
dibagi dalam :
·
Hukum privat (hukum
sipil ) ialah hukum yang mengatur hubungan antara orang yang satu dengan yang
lainnya, dan menitikberatkan pada kepentingan perseorangan
Hukum public
(hukum Negara ) ialah hukum yang mengatur hubungan antara Negara dan
warganegaranya
Sifat Negara
1.
Memaksa, artinya
Negara mempunyai kekuasaan untuk menggunakan kekerasan fisik secara legal agar
tercapai ketertiban dalam masyarakat dan mencegah timbulnya anarkhi
2.
monopoli, artinya
Negara mempunyai hak kuasa tunggal dan menetapkan tujuan bersama dari
masyarakat
3.
Mencakup semua,
artinya semua peraturan perundangan mengenai semua orang tanpa terkecuali.
Bentuk Negara
1.
Negara kesatuan
(unitarisem) adalah suatu Negara yang merdeka dan berdaulat, dimana kekuasaan
untuk mengurus seluruh pemerintahan dalam Negara itu ada pada pusat
2.
Negara kesatuan dengan
sistem sentralisasi. Didalam sistem ini, segala sesuatu dalam Negara langsung
diatur dan diurus pemerintah pusat.
3.
Negara kesatuan dengan
sistem desentralisasi. Didalam Negara ini daerah diberi kewenangan untuk
mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri
4.
Negara serikat (
federasi) aalah Negara yang terjadi dari penggabungan beberapa Negara yang
semua berdiri sendiri sebagai Negara yang merdeka, berdaulat, kedalam suatu
ikatan kerjasa yang efektif untuk melaksanakan urusan secara bersama
Bentuk kenegaraan yang kita kenal :
1.
Negara dominion
2.
Negara uni
3.
Negara protectoral
Unsur-unusr Negara :
1.
Harus ada wilayahnya
2.
Harus ada rakyatnya
3.
Harus ada
pemerintahnya
4.
Harus ada tujuannya
5.
Harus ada kedaulatan
Tujuan Negara
1.
Perluasan kekuasaan
semata
2.
Perluasan kekuasaan
untuk mencapai tujuan lain
3.
Penyelenggaraan
ketertiban umum
4.
Penyelenggaraan
kesejahteraan Umum
Sifat-sifat kedaulatan :
1.
Permanen
2.
Absolut
3.
Tidak terbagi-bagi
4.
Tidak terbatas
5.
Sumber kedaulatan :
6.
Teori kedaulatan Tuhan
7.
Teori kedaulatna
Negara
8.
Teori kedaulatn Rakyat
9.
Teori kedaulatan hukum
Orang-orang yang berada dalam wilayah satu
Negara dapat dibedakan menjadi :
1.
Penduduk ialah mereka
yang telah memenuhi syarat tertentu yang ditetapkan oleh peraturan Negara yang
bersangkutan, diperkenankan mempunyai tempat tinggal pokok (domisili) di
wilayah Negara ini. Penduduk ini dibedakan menjadi dua yaitu
·
Penduduk warganegara
atau warga Negara adalah penduduk, yang sepenuhnya dapat diatur oleh pemerintah
Negara terebut dan mengakui pemerintahannya sendiri
·
Penduduk bukan
warganegara atau orang asing adalah penduduk yang bukan warganegara
2.
Bukan penduduk; ialah
mereka yang berada dalam wilayah suatu negara untuk sementara waktu dan yang
tidak bermaksud bertempat tinggal di wilayah tersebut
Untuk menentukan siapa-siapa yang menjadi
warganegara, digunakan dua kriteria :
1.
Kriterium kelahiran.
Berdasarkan kriterium ini masih dibedakan menjadi dua yaitu :
·
Kriterium kelahiran
menurut asas keibubapaan atau disebut juga Ius Sanguinis. Didalam asas ini
seorang memperoleh kewarganegaraann suatu Negara berdasarkan asa
kewarganegaraan orang tuanya, dimanapun ia dilahirkan
·
kriterium kelahiran
menurut asas tempat kelahiran atau ius soli. Didalam asas ini seseorang
memperoleh kewarganegaraannya berdasarkan Negara tempat dimana dia dilahirkan,
meskipun orang tuanya bukan warganegara dari Negara tersebut.
Naturalisasi
atau pewarganegaraan, adalah suatu proses hukum yang menyebabkan seseorang
dengan syarat-syarat tertentu mempunyai kewarganegaraan Negara lain.
Isi dari pasal 30
UUD 1945
(1) Tiap-tiap
warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan
negara.
(2) Usaha
pertahanan dan keamanan negara dilaksanakan melalui sistem pertahanan dan
keamanan rakyat semesta oleh Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara
Republik Indonesia, sebagai kekuatan utama, dan rakyat, sebagai kekuatan pendukung.
(3) Tentara
Nasional Indonesia terdiri atas Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan
Udara sebagai alat negara bertugas mempertahankan, melindungi, dan memelihara
keutuhan dan kedaulatan negara.
(4) Kepolisian
Negara Republik Indonesia sebagai alat negara yang menjaga keamanan dan
ketertiban masyarakat bertugas melindungi, mengayomi, melayani masyarakat,
serta menegakkan hukum.
(5) Susunan dan
kedudukan Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia,
hubungan kewenangan Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik
Indonesia di dalam menjalankan tugasnya, syarat-syarat keikutsertaan warga
negara dalam usaha pertahanan dan keamanan negara, serta hal-hal yang terkait
dengan pertahanan dan keamanan diatur dengan undang-undang.
Makna yang terkandung didalam pasal 30 UUD 1945
Di tegaskan bahwa tiap – tiap warga Negara berhak dan wajib ikut serta
dalam usaha pertahanan dan keamanan Negara. Usaha pertahanan dan keamanan
Negara dilaksanakan melalui system pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh
Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia,sebagai
kekuatan utama, dan rakyat, sebagai kekuatan pendukung.
Susunan dan kedudukan Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia di dalam menjalankan tugasnya, syarat –syarat keikutsertaan warga Negara dalam usaha pertahanan dan keamanan Negara, serta hal – hal yang terkait dengan pertahanan dan keamanan diatur dengan undang –undang.
Susunan dan kedudukan Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia di dalam menjalankan tugasnya, syarat –syarat keikutsertaan warga Negara dalam usaha pertahanan dan keamanan Negara, serta hal – hal yang terkait dengan pertahanan dan keamanan diatur dengan undang –undang.
Undang-Undang Dasar 1945 dalam Pasal 30 Ayat (1) menyebutkan tentang hak
dan kewajiban tiap warga negara ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan
negara. Ayat (2) menyebutkan usaha pertahanan dan keamanan rakyat, Ayat (3)
menyebutkan tugas TNI sebagai “mempertahankan, melindungi, dan memelihara
keutuhan dan kedaulatan negara”. Ayat (4) menyebut tugas Polri sebagai
“melindungi, mengayomi, melayani masyarakat, dan menegakkan hukum”. Ayat (5)
menggariskan, susunan dan kedudukan, hubungan kewenangan TNI dan Polri dalam
menjalankan tugas, serta hal-hal lain yang terkait dengan pertahanan dan
keamanan, diatur dengan undang-undang (UU). Dari pembacaan Pasal 30 secara utuh
dapat disimpulkan, meski TNI dan Polri berbeda dalam struktur organisasi, namun
dalam menjalankan tugas dan fungsi masing-masing keduanya bekerja sama dan
saling mendukung dalam suatu “sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta”.
Pengaturan tentang sinkronisasi tugas pertahanan negara (hanneg) dan keamanan
negara (kamneg) itulah yang seyogianya ditata ulang melalui undang-undang yang
membangun adanya “ke-sistem-an” yang baik dan benar.
Tanggal 8 Januari Tahun 2002 DPR melahirkan UU No 2 dan UU No 3 Tahun
2002, masing-masing tentang Polri dan tentang Hanneg, hasil dari Ketetapan MPR
No VI dan VII Tahun 2000 tentang Pemisahan TNI dan Polri . Pada 18 Agustus 2000
Komisi Konstitusi meresmikan Amandemen Kedua UUD 1945 yang menghasilkan Ayat
(2) Pasal 30 UUD 1945 dengan rumusan sistem “han” dan “kam” serta “ra” dan “ta”
. Pada Agustus 2003 Ketetapan I MPR Tahun 2003 menggugurkan Ketetapan VI dan
VII MPR Tahun 2000 setelah ada perundang-undangan yang mengatur Polri dan
tentang Hanneg. Pertengahan Oktober 2004 DPR meluluskan UU No 34 Tahun 2004
tentang TNI.
Dengan demikian, pada awal Maret 2005 telah ada UU tentang Hanneg, UU
tentang Polri, dan UU tentang TNI. Namun, hingga kini belum ada UU tentang
“Keamanan Negara” guna merangkai “Kamneg” dalam satu sistem dengan “Hannneg”
(kata “dan” antara “han” dan “kam” untuk membedakan dan memisahkan organisasi
TNI dari Polri). Sayang, UU tentang Polri, UU tentang Hanneg, dan UU tentang
TNI sama sekali tidak menyebut “sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta”
sebagai landasan pokok pemikiran bahwa ada kaitan sinergis antara fungsi
“pertahanan negara” dan “keamanan negara”.
Oleh karena itu, apabila kita konsisten dengan amanat Pasal 30 Ayat (2),
yaitu membangun sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta, perlu disiapkan
UU tentang Pertahanan dan Keamanan Negara yang lebih bermuatan semangat dan
kinerja “sishankamrata”. Bila penyebutan pertahanan negara (hanneg) dan
keamanan negara (kamneg) dipilih sebagai peristilahan baku, dari logikanya
seharusnya ada UU Keamanan Negara yang mewadahi UU Polri. Sebagaimana
pasal-pasal dalam UU Hanneg menyebut, pertahanan negara bukan sekadar mengurus
tentang TNI, maka UU Kamneg perlu menegaskan, keamanan negara bukan sekadar
tugas dan wewenang Polri.
Penjelasan UU tentang TNI menyebutkan, “di masa mendatang TNI akan
berada dalam Departemen Pertahanan (Dephan)”, suatu pengukuhan konsep dan
praktik supremasi sipil serta efisiensi kebijakan, strategi, dan penggunaan
kekuatan TNI. UU Polri pun perlu “ditemani” UU Kamneg yang kelak
mengintegrasikan Polri ke dalam suatu institusi sipil (misalnya, Departemen
Dalam Negeri) sebagaimana Dephan kelak menjadi instansi yang mengintegrasikan TNI
di dalamnya.
Dephan menyiapkan naskah akademik melalui undang-undang yang 1)
Mencerminkan adanya “kesisteman” antara pertahanan negara dan keamanan negara;
2) Mengandung adanya semangat kerja sama TNI dan Polri dalam departemen dengan
otoritas sipil yang berbeda; dan 3) Membina kerja sama, baik antara fungsi TNI
dan fungsi Polri di lapangan; diharapkan “merapikan” dan “menyelaraskan”
pasal-pasal yang ada dalam UU tentang Polri, UU tentang Hanneg serta UU tentang
TNI.
Pasal 30 UUD 1945 menerangkan bahwa, pertahanan negara tidak sekadar
pengaturan tentang TNI dan bahwa keamanan negara tidak sekadar pengaturan
tentang Polri. Pertahanan negara dan keamanan negara perlu dijiwai semangat
Ayat (2) tentang “sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta”. Makna dari
bunyi Ayat (5), “yang terkait pertahanan dan keamanan negara, diatur dengan
undang-undang” adalah bahwa RUU, UU, dan Peraturan Pemerintah lain seperti RUU
Intelijen, UU tentang Keimigrasian, UU tentang Kebebasan Informasi, UU Hubungan
Luar Negeri, RUU tentang Rahasia Negara, UU tentang Otonomi Daerah, dan hal-hal
lain yang terkait pertahanan dan keamanan negara perlu terjalin dalam semangat
kebersamaan “sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta”.
Setelah melantik Kabinet Indonesia Bersatu 21 Oktober 2004, Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono menggariskan bahwa sebagai seorang “konstitusionalis”
ia bertekad agar hal-hal yang berhubungan dengan penyelenggaraan negara taat
pada ketentuan UUD 1945.
Sejalan dengan tekad itu, perluasan dan pendalaman
sekitar makna Pasal 30 UUD 1945 adalah salah satu tugas menteri pertahanan.
Berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 pada pasal 30 tertulis bahwa “Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pembelaan negara.” dan ” Syarat-syarat tentang pembelaan diatur dengan undang-undang.” Jadi sudah pasti mau tidak mau kita wajib ikut serta dalam membela negara dari segala macam ancaman, gangguan, tantangan dan hambatan baik yang datang dari luar maupun dari dalam.
Beberapa dasar hukum dan peraturan tentang Wajib Bela Negara :
Berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 pada pasal 30 tertulis bahwa “Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pembelaan negara.” dan ” Syarat-syarat tentang pembelaan diatur dengan undang-undang.” Jadi sudah pasti mau tidak mau kita wajib ikut serta dalam membela negara dari segala macam ancaman, gangguan, tantangan dan hambatan baik yang datang dari luar maupun dari dalam.
Beberapa dasar hukum dan peraturan tentang Wajib Bela Negara :
1. Tap MPR No.VI Tahun 1973 tentang
konsep Wawasan Nusantara dan Keamanan 1Nasional.
2. Undang-Undang No.29 tahun 1954
tentang Pokok-Pokok Perlawanan Rakyat.
3. Undang-Undang No.20 tahun 1982
tentang Ketentuan Pokok Hankam Negara RI. Diubah oleh Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1988.
4. Tap MPR No.VI Tahun 2000 tentang
Pemisahan TNI dengan POLRI.
5. Tap MPR No.VII Tahun 2000 tentang
Peranan TNI dan POLRI.
6. Amandemen UUD ’45 Pasal 30 dan pasal 27 ayat
3.
7. Undang-Undang No.3 tahun 2002 tentang
Pertahanan Negara.
Dengan
hak dan kewajiban yang sama setiap orang Indonesia tanpa harus dikomando dapat
berperan aktif dalam melaksanakan bela negara. Membela negara tidak harus dalam
wujud perang tetapi bisa diwujudkan dengan cara lain seperti :
1. Ikut serta dalam mengamankan
lingkungan sekitar (seperti siskamling)
2. Ikut serta membantu korban bencana
di dalam negeri
3. Belajar dengan tekun pelajaran
atau mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan atau PKn
4. Mengikuti kegiatan
ekstraklurikuler seperti Paskibra, PMR dan Pramuka.
Sebagai
warga negara yang baik sudah sepantasnya kita turut serta dalam bela negara
dengan mewaspadai dan mengatasi berbagai macam ATHG / ancaman, tantangan,
hambatan dan gangguan pada NKRI / Negara Kesatuan Republik Indonesia seperti
para pahlawan yang rela berkorban demi kedaulatan dan kesatuan NKRI.
Beberapa jenis / macam ancaman dan gangguan pertahanan dan keamanan negara :
Beberapa jenis / macam ancaman dan gangguan pertahanan dan keamanan negara :
1. Terorisme Internasional dan
Nasional.
2. Aksi kekerasan yang berbau SARA.
3. Pelanggaran wilayah negara baik di
darat, laut, udara dan luar angkasa.
4. Gerakan separatis pemisahan diri
membuat negara baru.
5. Kejahatan dan gangguan lintas
negara.
6. Pengrusakan lingkungan.
referensi: